Menerapkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Tentang K3 Konstruksi.

 

PERENCANAAN K3


 

Protokol K3 Konstruksi Saat Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

Abstraksi

Upaya pencegahan dampak COVID–19 diperlukan protokol Pencegahan Penyebaran COVID–19 dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi bagi Pengguna Jasa dan Penyedia jasa.

Upaya pencegahan dampak ini, merupakan bagian dari keseluruhan kebijakan untuk mewujudkan keselamatan konstruksi termasuk keselamatan dan kesehatan kerja, keselamatan publik, dan keselamatan lingkungan pada setiap tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi;

Disampaikan hal yang melatar-belakangi dan sebagai dasar hukum dari Skema Protokol Pencegahan COVID–19 dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dengan Pembentukan Satgas, Identifikasi, Penyediaan Fasilitas Kesehatan, Pelaksanaan Pencegahan.

Demikan juga, Mekanisme Protokol Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease2019 (COVID 19) dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan Diagram mekanisme protokol pencegahan penyebaran COVID-19.


Menerapkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Tentang  K3 Konstruksi.

Secara garis besar Regulasi dan Aplikasi K3 Konstruksi berisikan tentang Pasal dan Ayat yang mengatur penyelenggaraan Kegiatann K3 Konstruksi, adapun penerapan ketentuannya sebagai berikut.

  1. UU no. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Latar belakang Undang-Undang ini mengenai hak tenaga kerja untuk memperoleh keselamatan dan perlindungan saat bekerja. Undang-undang ini menguraikan definisi Pelaku Keselamatan Kerja yang mengawasi ditaatinya UU ini (Pasal 1 (7)) kemudian menjabarkan ruang lingkup tempat kerja baik keselamatan kerja di darat, laut dan udara (Pasal 2) serta detail pada lingkup konstruksi (Pasal 2 (2) c).

  2. Permenkertrans no. 1 Tahun 1980 tentang K3 pada Konstruksi Bangunan.

Berlatar  belakang  untuk  melindungi  tenaga kerja  dari  kecelakaan  pada pekerjaan konstruksi, sehingga dibuatlah aturan/norma berdasarkan latar belakang tersebut yang mana Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus melakukan pengawasan atas peraturan ini  (sesuai dengan UU no.1 Tahun 1970). Peraturan ini juga mengatur mengenai instalasi alat konstruksi, pelaksanaan konstruksi dan APD yang digunakan serta ketentuan Hukum yang berlaku.

3.  Keputusan   Bersama   Menaker   & Menteri PU (KEP.174_MEN_1986   no. 104_KPTS_1986 tentang K3 di Tempat Kegiatan Konstruksi).

Keputusan ini menghasilkan norma-norma yang harus diterapkan untuk melindungi tenaga kerja pada pekerjaaan konstruksi yang memiliki kompleksitas kerja dan merupakan sumber terjadinya kecelakaan.

Pelaksana Kegiatan Konstruksi harus mengikuti Buku Pedoman Pelaksanaan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi (Pasal 2) yang jika tidak maka akan ada sanksi administrasi yang berlaku (Pasal 3).

4.  Permen PU no.9 Tahun 2008 tentang Pedoman SMK3.

Permen ini mengatur tentang K3 beserta penerapan sistem manajemennya pada Bidang Pekerjaan Umum yang mana Manajemen K3 secara keseluruhan harus mengatur mulai dari perencanaan hingga pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja yang selamat, aman, efisien dan produktif pada sektor jasa konstruksi sipil. Permen ini juga penjabarkan secara definitif mengenai Ahli K3 yang mempunyai kompetensi khusus K3 bersertifikat dengan pengalaman 2 tahun.

Petugas K3  yaitu petugas dalam organisasi Pelaku Kegiatan Konstruksi yang telah mengikuti pelatihan/sosialisasi K3 Konstruksi, P2K3 merupakan badan pembantu K3 di perusahaan sebagai wadah kerjasama perusahaan dan pekerja. Resiko K3 adalah paduan antara peluang dan frekuensi terjadinya peristiwa K3 dengan akibat yang ditimbulkannya dalam kegiatan konstruksi yang ketegorinya dibagi menjadi tinggi, sedang dan kecil sehingga proses manajemen resiko yang mencakup pada identifikasi, penilaian dan pengendalian resiko tersebut harus dilaksanakan.

Penyedia Jasa wajib membuat dokumen Rencana K3 Kontrak yang disetujui oleh Pengguna Jasa serta membentuk P2K3 jika Penyedia Jasa memperkerjakan paling sedikit 100 orang pekerja atau jika kurang maka dilihat resiko terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan paparan radioaktif. Selain Penyedia Jasa, Pengguna Jasa juga wajib melibatkan Ahli K3 Konstruksi dan Petugas K3 Konstruksi yang berasal dari Konsultan Pengawas.

Harus dilakukan koordinaasi oleh Kantor Pusat, Kantor Depnaker dan Departemen PU untuk melakukan pembinaan (Pasal 4) serta penunjukkan Ahli K3 di lingkup departemen sebagai pelaksanaan pembinaan (Pasal 5).

 

5.  PP No.50 Tahun 2012 Penerapan SMK3.

PP ini mengatur tentang K3 dan Sistem Manajemennya (SMK3) agar tercipta tempat kerja yang aman, efisien & produktif. Perusahaan harus melakukan identifikasi, peninjauan sebab akibat, rumusan kompensasi, penilaian efisiensi & efektivitas terhadap K3 serta melakukan perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan atau sektor lain dimana rencana K3 memuat tujuan, sasaran, skala prioritas, upaya pengendalian bahaya, penetapan sumber daya, jangka waktu pelaksanaan, indika- tor pencapaian & sistem pertanggungjawaban.

6. Permen PU no.5 Tahun 2014 tentang Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.

Permen ini mengatur tentang Potensi Bahaya Tinggi (Jumlah pekerja ≥ 100 orang/nilai kontrak > seratus milyar rupiah dan wajib melibatkan Ahli K3 Konstruksi, Potensi Bahaya Rendah (Jumlah pekerja < 100 orang/nilai kontrak < seratus milyar rupiah dan wajib melibatkan Petugas K3 Konstruksi. Penyedia Jasa wajib mempresentasikan RK3K pada rapat PCM dan disahkan oleh PPK, serta Penyedia Jasa wajib  mendokumentasikan pelaksanaan RK3K kepada PPK secara berkala jika terjadi kecelakan harus dilaporkan pada Disnaker setempat 2x24 jam. Penyedia Jasa wajib menyerahkan Laporan SMK3 yang memuat hasil kinerja SMK3, statistik kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta usulan perbaikan untuk pekerjaan sejenis.

7. UU no.2 Tahun 2017 Jasa Konstruksi.

Undang-Undang ini menyebutkan 13 asas penyelenggaraan konstruksi (Pasal 2) dengan Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan Kegiatan Konstruksi (Pasal 4 (1)) serta Pemerintah Pusat berwenang dalam menyelenggarakan dan mengembangkan standar tersebut maupun registrasi penilai ahli (Pasal 5). Mengenai Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan telah diatur pada Bab 6 Pasal 59 ayat (1) s/d (5) dan Pasal 60 ayat (1) s/d (4).

8.  Permen PUPR 02-2018

Mengenai Komite Keselamatan Konstruksi diatur pada Pasal 19a ayat (1) dan (2) yang kewenangannya diatur pada Pasal 19b ayat (1) dan (2).

Perubahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/prt/m/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.

Bahwa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat berpotensi terjadinya kecelakaan konstruksi yang membahayakan keselamatan pekerja, keselamatan publik, keselamatan harta benda, dan keselamatan lingkungan sehingga untuk menjamin keselamatan pekerjaan konstruksi perlu membentuk Komite Keselamatan Konstruksi.

 

9.  Ketentuan Regulasi Biaya K3 Regulasi Biaya K3 mengikuti peraturan berikut.

- Permen PU no.05/PRT/M/2014 Pasal 20 ayat 1 menjabarkan 9 cakupan biaya penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum yang dialokasikan dalam biaya umum.

-  Permen PUPR no.07/PRT/M/2019 Lampiran II pada Bab 3 menguraikan tentang 9 komponen/item pekerjaan yang harus Harga dengan besaran biaya yang disesuaikan.

-  SE Menteri PUPR no.66/SE/M/2015 Mengatur rincian kegiatan penyelenggaraan SMK3 Konstruksi serta besaran biaya yang dihitung berdasarkan tingkat resiko K3.

-  SE Menteri PUPR no.10/SE/M/2018

Surat Edaran ini kemudian menjadi Permen PUPR no.7/PRT/M/2019 mengenai komponen/item pekerjaan penyelenggaraan keamanan dan kesehatan kerja serta keselamatan Konstruksi dimasukkan pada Daftar Kuantitas dan Biaya dengan besaran yang disesuaikan.


1. Mengelola Dokumen Kontrak dan Metode Kerja Pelaksanaan Konstruksi.

A. Mengelola Dokumen Kontrak.

1. Untuk memenuhi kelengkapan dalam penerapan program jaminan mutu di lingkungan Satuan Kerja Proyek, setiap kegiatan yang akan dilakukan untuk pembangunan Proyek, wajib dibuatkan terlebih dahulu PROGRAM MUTU KONTRAK. Dokumen Program Mutu Kontrak (PMK) ini akan digunakan konsultan sebagai pedoman dalam melakukan pembuatan desain dan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Tim Direksi Pekerjaan untuk memastikan bahwa PMK sudah sesuai dengan yang telah diterapkan dan disetujui. Dokumen PMK ini juga akan digunakan oleh Direksi Pekerjaan sebagai dasar untuk pengendalian kegiatan konsultan.

Diuraikan tentang jadwal rencana pekerjaan dan metode pelaksanaan pekerjaan yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan setiap tahap pelaksanaan pekerjaan agar dapat diperoleh mutu dan kuantitas pekerjaan yang diharapkan. Penyesuaian dokumen kontrak sesuai kebutuhan akibat pelaksanaan protokol dan perubahan di lapangan.

Pengendalian pekerjaan (mutu dan K3) yang terintegrasi meningkatkan efektifitas & efisiensi pelaksanaan pekerjaan.


2. Tindak Lanjut Terhadap Kontrak Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

a. Penghentian Pekerjaan Sementara

1) Pengusulan  dapat  dilakukan  oleh PPK  dan/atau  Penyedia  Jasa berdasarkan usulan Satgas Pencegahan Covid -19 setelah dilakukan identifikasi Potensi Bahaya Covid-19 di lapangan.

2)  Penetapan   dilakukan   oleh   PPK setelah   mendapatkan   persetujuan dari Kasatker/KPA dan KaBalai dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal

3) Waktu penghentian minimal 14 (empat belas) hari kerja atau sesuai kebutuhan Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di lokasi dan penetapan keadaan kahar.

 



3. Kompensasi Biaya Upah Tenaga Kerja dan Sub Kontraktor / Produsen :

a. Pemenuhan pembayaran upah Tenaga Kerja selama masa penghentian sementara.

b. Pemenuhan pembayaran Sub Kontraktor, Produsen, dan Pemasok selama masa penghentian sementara.

 

4. Biaya Tambahan Penerapan SMK3 Apabila Kontrak tetap dilanjutkan, maka dapat diusulkan menjadi biaya tambahan penerapan SMK3 sesuai peruntukannya melalui Addendum Kontrak

5. Kewajaran Harga Biaya Tambahan KaBalai/ Kasatker menyampaikan permohonan kepada Inspektorat Jenderal/APIP untuk melakukan review usulan pemenuhan terhadap pembayaran upah Tenaga Kerja, Sub Kontraktor, Produsen, dan Pemasok selama pemberhentian sementara.

6. Mekanisme Pengajuan Pemenuhan terhadap Pembayaran Upah Tenaga Kerja Konstruksi dan Sub Kontraktor/ Produsen/ Pemasok selama Masa Penghentian Sementara. Penyebab penghentian sementara : Memiliki resiko tinggi karena lokasi di pusat sebaran Ditemukan pekerja berstatus PDP, Pimpinan   Kementrian/Lembaga/Instansi terkait    telah    mengeluarkan peraturan untuk menghentian kegiatan sementara akibat keadaan kahar.


B. Metode Kerja Pelaksanaan Konstruksi dengan Protokol Pencegahan Covid-19

Dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Sebagai upaya mitigasi dampak terhadap situasi pandemi COVID-19 Untuk mendukung keberlangsungan Penyelenggaraan Jasa Konstruksi berjalan dengan aman, efektif, dan efisien.

Perkembangan pandemic Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang sangat cepat baik di Indonesia maupun dunia.

Tindak lanjut upaya pencegahan covid-19 berupa arahan dari Presiden, serta penetapan wabah Corona sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Diperlukan upaya pencegahan penyebaran Covid -19 di lingkungan pekerjaan jasa konstruksi sebagai bagian dari keselamatan dan kesehatan kerja, kesehatan publik, serta keselamatan lingkungan.

Satgas aktif melakukan sosialisasi Meminimalkan penggunaan SDM dari luar lokasi.


Penyesuaian kontrak untuk mengakomodir protokol Covid-19.

a.Protokol Penyesuaian Kontrak.

1. Mekanisme Penyesuaian terhadap Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK).

2. Mekanisme Penyesuaian Spesifikasi Teknis dan KerangkaAcuan Kerja (KAK).

3. Mekanisme Penyesuaian Harga Kontrak.

4. Mekanisme Penyesuaian Metode Pelaksanaan.

5. Mekanisme Penyesuaian Masa Pelaksanaan Pekerjaan.

b. Protokol Pelaksanaan Pekerjaan .

1. Protokol Pelaksanaan Jasa Konsultansi.

2. Protokol Pelaksanaan Pekerjaan. Konstruksi.

3. Protokol Pelaksanaan.

4. Padat Karya.

5. Protokol Pelaksanaan Pemantauan dan Evalusi serta Investigasi Keselamatan Konstruksi.

 

3. Mengelola Program K3 Konstruksi.

Program K3 dikelola menggunakan Skema Protokol  Pencegahan  Covid-19  dalam Penyelenggaraan  Jasa Konstruksi

1) Pembentukan Satgas Pencegahan Covid-19

a. Satgas Pencegahan Covid-19 dibentuk oleh PPK.

b. Jumlah keanggotaan Satgas minimal 5 (lima) orang yang terdiri atas 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota, dan 4 (empat) orang Anggota yang mewakili Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.

c. Satgas Pencegahan Covid-19 memiliki tugas, tanggung jawab dan kewenangan untuk melakukan sosialisi, edukasi, koordinasi, promosi teknis, pemeriksaan dan pemantauan kesehatan di lapangan, pengadaan fasilitas kesehatan, pemberian vitamin dan nutrisi tambahan guna peningkatan imun, serta pelaporan kondisi lapangan kepada PPK guna penyusunan rekomendasi penghentian kegiatan sementara.

2) Identifikasi Potensi Bahaya Covid-19 di lapangan.

a) Satgas Pencegahan Covid-19 berkoordinasi dengan Satgas di Kementrian PUPR untuk menentukan identifikasi potensi resiko, kesesuaian fasilitas kesehatan di lapangan, dan tindak lanjut terhadap penyelenggaraan konstruksi.

b) Dalam hal penyelenggaraan konstruksi teridentifikasi beberapa hal, yaitu: Memiliki resiko tinggi karena lokasinya di pusat sebaran Ditemukan pekerja yang berstatus Pasien Dalam Pantauan (PDP) Pimpinan Kementrian/Lembaga/Instansi   terkait telah mengeluarkan peraturan untuk menghentian kegiatan sementara akibat keadaan kahar, Maka Penyelenggaraan Konstruksi dapat diberhentikan sementara, sesuai Instruksi Menteri No.02/IN/M/2020.

c) Dalam hal penyelenggaran Jasa Konstruksi yang bersifat urgent dan tetap harus dilaksanakan, maka dapat diteruskan pelaksanaannya dengan ketentuan Mendapatkan persetujuan Menteri PUPR Melaksanakan protokol pencegahan Covid-19 dan melaporkan secara berkala kepada Satgas Pencegahan Covid-19. Menghentikan sementara apabila ditemukan pekerja yang positif dan/atau berstatus Pasien Dalam Pantauan (PDP).

 

3) Penyediaan Fasilitas Kesehatan di lapangan

a) Menyediakan ruang klinik kesehatan.

b)  Memiliki  kerjasama  operasional dengan  Rumah  Sakit  dan/atau  Puskesmas terdekat.

c) Menyediakan fasilitas tambahan, antara lain : pencuci tangan, tissue, dan masker.

d) Menyediakan vaksin, vitamin, dan nutrisi tambahan bagi pekerja.

 

4) Pelaksanaan Pencegahan Covid -19 di lapangan

a) Memasang poster/flyer tentang anjuran pencegahan covid-19 di titik- titik strategis di lokasi proyek.

b) Penjelasan, promosi teknik, serta anjuran tentang pencegahan covid-19 di setiap Safety Morning Talk.

c) Melakukan pengukuran suhu bagi seluruh pekerja/karyawan setiap pagi, siang, dan sore.

d) Melarang setiap pekerja ataupun tamu untuk masuk ke lokasi proyek apabila suhu tubuhnya > 38 derajat celcius.

e) Penghentian kegiatan untuk sementara apabila ditemukan pekerja yang berstatus PDP.

f)  Melakukan evakuasi dan penyemprotan disenfektan di seluruh tempat, fasilitas dan peralatan kerja.

g) Penghentian  sementara  dilakukan hingga  proses  evakuasi  dan penyemprotan disenfektan, serta pelaksanaan pemeriksaan kesehatan dan isolasi pekerja yang pernah melakukan kontak fisik dengan tenaga kerja yang terpapar telah selesai.

 

5) Berikut Mekanisme Protokol Pencegahan Penyebaran COVID 19 dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi sbb:

a) Pengguna Jasa  Membentuk Satgas Pencegahan Covid-19.

b) Penyedia Jasa Konstruksi  Menyediakan Fasiitas Pencegahan Covid-19.

c) Satgas Mengedukasi semua orang untuk menjaga diri dari Covid-19.

d) Penyedia Jasa Konstruksi mengukur suhu semua orang setiap pagi, siang dan sore hari.

e) Penyedia Jasa Konstruksi Membuat kerjasama penanganan suspect Covid-19 dengan RS dan petugas PUSKESMAS setempat.

f)  Penguna dan/atau penyedia jasa menghentikan sementara pekerjaan jika terindikasi ada tenaga kerja yang terpapar Covid-19,

g) Penyedia Jasa Konstruksi melakukan tindakan isolasi dan penyemprotan desinfektan sarana dan prasarana kantor dan lapangan.

 

4.  Mengevaluasi Prosedur dan Instruksi Kerja.

1, Evaluasi Prosedur Keselamatan Konstruksi (RKK) terdiri dari :

a. Pemantauan dan Evaluasi.

b. Inspeksi dan Auidit.

c. Tinjauan Manajemen.

d. Peningkatan Kinerja Keselamatan Konstruksi.


2. ISO 45001:2018 & ISO 14001:2015.

a. Klausul 9.1 Pemantauan, pengukuran, analisis dan evaluasi kinerja. b. Klausul 9.2 Audit Internal.

c. Klausul 9.3 Tinjauan Manajemen.

d. Klausul 10.3 Perbaikan Berkelanjutan.

               

3. A. Evaluasi Instruksi Kinerja (HSE)

1) Pemantauan, Pengukuran, Analisa & Evaluasi.

a. Pengukuran lingkungan (factor kimia, fisika, biologi).

b. Kinerja HSE (Healt Safety Environtment).

c. Inspeksi & Safety Patrol.

2) Internal Audit Proyek a. Jadwal audit.

b. Proses audit sesuai ISO 19011.

c. Hasil audit harus jadi bahan evaluasi dalam rapat tinjauan manajemen.

3) Trend Hasil Pengukuran dan Pemantauan Kinerja.

 

B. Evaluasi Improvement

a.   Review & Continuous Improvement.

b.  Pedoman Teknis Melakukan.

c.  Continous Improvement.

4.  Instruksi Kerja Keselamatan dan Kesehatan mencakup Pemenuhan Pencegahan Penyebaran wabah penyakit dalam lingkungan kerja dan sekitarnya.

     Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan.

1) Keselamatan Keteknikan Konstruksi.

a) Bangunan/Aset konstruksi. b) Peralatan, material.

c) (Pencegahan thd Kecelakaan Teknis Konstruksi)

2)  Keselamatan & Kesehatan Kerja.

a) Tenaga kerja konstruksi.

b) Pemasok, tamu, subpenyedia.

c) (Pencegahan thd Kecelakaan kerja & Penyakit akibat kerja.)

3)  Keselamatan Lingkungan.

a) Lingkungan kerja.

b) Lingkungan terdampak proyek. (Pencegahan thd Pencemaran Lingkungan & kecelakaan masyarakat)

4)  Keselamatan Publik. Masyarakat sekitar proyek. (Pencegahan thd Pencemaran Lingkungan & kecelakaan masyarakat.

5)  Evaluasi Prosedur dalam Penerapan Permen PUPR No. 21 Tahun 2019 dan Kesesuaiannya dengan ISO 14001:2015 dan ISO 45001:2018. ketentuan Permen PUPR No. 21/PRT/M/2019 juga diwajibkan membuat Dokumen Pelengkap RKK (Rencana Keselamatan Konstruksi).

     Dokumen Pelengkap RKK merupakan dokumen yang terpisah dari Dokumen RKK yang berfungsi untuk memenuhi persyaratan mandatory klausul ISO 14001:2015 & ISO 45001:2018 yang belum tercantum dalam dokumen RKK.

 

5. Melakukan Sosialisasi, Penerapan dan Pengawasan Pelaksanaan Program, Prosedur Kerja dan Instruksi Kerja K3.

Sosialiasi untuk Pelaksanaan Program, Prosedur Kerja dan Instruksi Kerja K3 perlu dilakukan. Titik tolak sosialisasi dari Asas keamanan dan keselamatan untuk terpenuhinya tertib penyelenggaraan Jasa Konstruksi, keamanan lingkungan dan keselamatan kerja, serta pemanfaatan hasil Jasa Konstruksi dengan tetap memperhatikan kepentingan umum.

1) Untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang :

a) keteknikan, meliputi persyaratan keselamatan umum, konstruksi bangunan, mutu hasil pekerjaan, mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan mutu peralatan sesuai dengan standar atau norma yang berlaku;

b) keamanan, keselamatan, dan kesehatan tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c) perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d) tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, gubernur sebagai wakil pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan menyelenggarakan pengawasan penerapan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan Jasa Konstruksi oleh badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi kecil dan menengah.

3) Pasal 6 ayat (4): Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan guna tertib usaha, tertib penyelenggaraan, tertib pemanfaatan Jasa Konstruksi mengenai: 3. ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja;

 

6.  Mengelola Laporan Penerapan SMK3 dan Pedoman Teknis K3 Konstruksi.

1. Mengelola Laporan Penerapan SMK3 Penyedia Jasa wajib menyerahkan Laporan

SMK3 yang memuat hasil kinerja SMK3, statistik kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta usulan perbaikan untuk pekerjaan sejenis

Pasal 2 Kontraktor Wajib Penuhi Syarat–Syarat  K3.

Pasal 3 Menteri Pekerjaan Umum Memberi Sanksi Administrasi. Pasal 4 Koordinasi Depnakertrans dan Pekerjaan Umum.

Pasal 5 Ahli K3 Konstruksi.

Pasal 6 Pengawasan Depnaker dan Pekerjaan Umum.

               


2. Pedoman Teknis K3 Konstruksi.

Pedoman Pelaksanaan K3 Pada Tempat Kegiatan Konstruksi:

Pedoman: Administrasi dan Persyaratan Teknis, Peralatan, Permesinan dan sampai dengan pedoman Pembongkaran (Demolition)

a.  Kewajiban Kontraktor Terhadap K3 Termasuk Biaya Yang Timbul.

b. Petugas K3 Full Time < 100 Orang c. Tk > 100 Orang.

d. Membentuk (P2K3)

 

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk melaksanakan ketentuan Pasal 87 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 diterbitkan tanggal 12 April 2012.

Peraturan Pemerintah Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lampiran I: Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lampiran II: Pedoman Penilaian Penerapan SMK3.


 7. Mengelola Metode Kerja Pelaksanaan Konstruksi Berbasis K3, Jika Diperlukan.

Pentingnya pengelolaan Metoda Kerja sebagai Faktor Kunci Kegagalan Konstruksi dan Kecelakaan Kerja, sehingga perlu:

1. Mengelola Perencanaan Konseptual dan Studi Kelayakan & Perancangan.

a. Perlu direkrut petugas/ahli K3 Konstruksi;

b. Identifikasi bahaya K3 dan Program SMK3 perlu diinternalisasi dalam metoda pelaksanaan konstruksi;

c. Perlu dilakukan perhitungan biaya K3 sebagai bagian biaya proyek.

               

2. Mengelola Pemilihan Penyedia Barang dan Jasa.

a.   Identifikasi bahaya dan potensi bahaya K3 perlu dimuat dalam dokumen pelelangan;

b.  Rencana Mutu dan Keselamatan, Kesehatan Kerja perlu menjadi bagian dari dokumen penawaran;

c.   Perlu direncanakan rekrutmen petugas/ahli K3;

d.  RK3K perlu menjadi bagian dari indikator evaluasi pelelangan dan bagian dari kontrak;

e.   Pokja perlu memiliki kemampuan untuk mengevaluasi SMK3 dalam dokumen penawaran;

f.   Perlu memperhitungkan biaya SMK3 (termasuk dalam HPS)

               

3. Mengelola Pelaksanaan Konstruksi.

a. Perlu dilakukan inspeksi SMM, SMK3L secara terintegrasi;

b.  Sertifikasi perusahaan (ISO 9000/OHSAS/ISO 14000) perlu menjamin penerapan sistem dalam setiap pelaksanaan proyek

c.   Perlu ada alokasi pembiayaan SMK3;

d.  Perlu patuh aturan (prosedur mutu, prosedur kerja, spesifikasi teknik, dll);

e.   Perlu ada uji laik fungsi alat;

f.   Pekerja perlu kompeten/bersertifikasi;

g.   Perlu merekrut Ahli / Petugas K3 dalam organisasi konsultan pengawas, kontraktor;

h.  Pelaksanaan SMK3 Penyedia Jasa yang ber-KSO perlu terintegrasi;

i.   Rantai pasok (supply chain) pada dasarnya mendorong terjadinya perbedaan

pengendalian kerja antara para pekerja (fragmentation of the workforce).

4, Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang PU.

a.   Penerapan (SMK3) Konstruksi Bidang PU.

b.  Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang.

c.   Biaya Penyelenggaraan (SMK3) Konstruksi Bidang PU.

d.  Sanksi.

 

8.  Mengelola Penanganan Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja Serta Keadaan Darurat.

1. Kesehatan Kerja (Pasal 23):

a. Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja  yang optimal.

b. Kesehatan   kerja   meliputi   pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan kesehatan kerja.

c. Setiap  tempat  kerja  wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

d. Ketentuan  mengenai  kesehatan  kerja sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) dan Ayat  (3)  ditetapkan   dengan Peraturan Pemerintah.

2.  Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dapat diberhentikan sementara akibat Keadaan Kahar, jika terindikasi:

a. Memiliki risiko tinggi akibat lokasi proyek berada di pusat sebaran

b. Telah ditemukan pekerja yang positif dan/atau berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP)

c. Pimpinan Kementerian/Lembaga/ Instansi/Kepala Daerah telah mengeluarkan peraturan untuk menghentikan kegiatan sementara akibat keadaan kahar.

3. Penyelenggaraan Jasa Konstruksi tersebut dapat tetap dilaksanakan dengan ketentuan:

a. Mendapatkan persetujuan dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; dan

b. Melaksanakan protokol pencegahan COVID-19 dengan disiplin tinggi dan dilaporkan secara berkala oleh Satgas Pencegahan COVID-19.


4. Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Sektor Konstruksi di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum.

a. Maksud: untuk menjadi acuan teknis bagi pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS pada sektor kontruksi di Iingkungan Kementerian Pekerjaan Umum yaitu pada proyek-proyek konstruksi bersumber dana APBN.

b. Tujuan: agar program penanggulangan HIV dan AIDS pada sektor konstruksi di lingkungan Kementerian Pekerjaan umum dilaksanakan mengikuti langkah-langkah dan upaya yang standar sesuai dengan Surat Edaran ini.

 

Komentar

  1. Thank you for the review and let's join the progress together with ASPEKNAS DIY.

    BalasHapus

Posting Komentar

Aspeknas DIY bersama anda.

ASPEKNAS DIY

P E N E R A P A N D I G I T A L I S A S I P R O S E S S E R T I F I K A S I

Pusat Pembinaan Pelatihan & Sertifikasi Mandiri

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)